Legenda Fatu Kopa, Negeri Di Atas Awan
LEGENDA FATU KOPA
Oleh Sonny Pellokila
Legenda Fatu Kopa, Negeri Di Atas Awan
Fatu Kopa merupakan negeri di atas awan. Disinilah, surga duniawi bagi kaum pecinta pesona alam. Lokasi Fatu Kopa terletak di sebelah tenggara Niki-Niki dan masuk dalam wilayah adat Amnuban. Secara administrasi, Fatu Kopa terletak dalam wilayah administrasi desa Fatukopa, kecamatan Fatukopa, kabupaten Timor Tengah Selatan, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Konon ceritanya bahwa nama Fatu Kopa berasal dari sebuah kapal atau bahtera yang telah berubah menjadi batu. Kapal tersebut datang bersama manusia pertama pada saat penciptaan bumi dan segala isinya, kemudian karam dan jatuh terbalik. Setelah itu berubah menjadi batu (Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap 1921:795).
Dari cerita legenda ini, kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa pencerita legenda lainnya, bahwa kapal tersebut datang bersama manusia-manusia pertama yang selamat pada saat bencana alam air bah melanda bumi dan segala isinya, kemudian kandas atau karam dan jatuh terbalik di tempat tersebut. Setelah itu berubah menjadi batu. Seluruh penghuni kapal tersebut, meninggalkan tempat itu, dan pergi untuk tinggal menetap di tempat matahari terbit di pulau Timor.
Adapula yang mengatakan bahwa, kapal tersebut adalah kapal leluhur Liurai Loro sebagai media transportasi untuk berlayar menuju ke surga. Namun, ketika sampai di cakrawala, kapal tersebut jatuh terbalik ke bumi, lalu berubah menjadi batu. Itulah sebabnya dalam bahasa Dawan, batu ini disebut Fatu Kopa, “batu seperti kapal terbalik” (Kruyt 1923:457).
Di sebelah timur dari Fatu Kopa merupakan lokasi pemakaman dari raja Amnatun yang meninggal pada tahun 1911. Pemakaman dilakukan secara sederhana dan tubuh dari jenasah hanya dibungkus dengan kain adat, dan ditata sedemikian rupa sehingga kelihatannya seperti sebuah perahu atau sampan terbalik (Poser 1923:278).
Walaupun dalam referensi yang digunakan tidak dijelaskan secara detail, siapa nama raja Amnatun yang meninggal, namun kemungkinan besar, raja Amnatun tersebut bernama Loit Banunaek atau keluarga dekat dari raja Amnatun lainnya. Loit Banunaek digantikan oleh putranya, Muti Banunaek II sebagai raja di Amnatun pada tahun 1900.
Ada versi berbeda cerita legenda tentang Fatu Kopa. Versi ini ditulis oleh G. Heujmering dalam artikelnya yang berjudul : “Geschiedenis van het eiland Timor”. Menurut Heijmering, Kopa adalah sebuah batu karang berbentuk kerucut yang sangat mirip dengan gubuk atau rumah berbentuk kerucut khas Timor.
Di sekitar Fatu Kopa adalah tempat tinggal sementara sebuah suku yang kemudian sebagian besar mendiami pulau Semau. Karena mereka mendiami tempat tersebut untuk sementara, pemimpin suku tersebut sering dipanggil dengan nama “Kopan”. Mereka datang dari Tanam Maubes akibat penindasan dan perluasan dari sebuah kerajaan di Belu Selatan (Heimering 1847:16).
Maubes adalah bentuk metatesis dari Maubesi. Namun Tanam Maubes yang dimaksud diatas, bukan terletak di Maubesi-Insana, tetapi terletak dekat sebuah teluk di Belu Selatan, dimana dulunya dikenal dengan Teluk Maubes (Nordholt 2013:64). Saat ini, Teluk Maubes disebut dengan Teluk Maubesi, dan kemungkinan besar wilayah Tanam Maubes yang dimaksud pada waktu itu adalah wilayah Hasan Maubesi di desa Fahiluka, kecamatan Malaka Tengah, kabupaten Malaka yang kita kenal saat ini.
Setelah beberapa lama tinggal di Fatu Kopa, suku kecil ini, kembali diusir oleh orang asing yang menetap di sana. Untuk mencegah perpindahan yang ketiga, mereka berpindah semakin jauh ke arah barat daya. Ke arah ini mereka menemukan suatu tempat yang belum berpenghuni (Heijmering 1847: 16). Tempat ini, kemudian dikenal dengan nama Koepang (Kupang) yang diambil dari nama pemimpin suku tersebut, yaitu Kopan.
Dari cerita-cerita legenda diatas, Fatu Kopa memiliki dua (2) arti, yaitu batu seperti kapal terbalik dan batu berbentuk kerucut. Batu seperti kapal terbalik, saat ini telah menjadi tempat destinasi wisata bagi pecinta pesona alam, sedangkan eksistensi batu berbentuk kerucut masih misteri sampai saat ini.
Sumber :
1847, G. Heijmering. Geschiedenis van het eiland Timor
1921, Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap, Amsterdam. Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap.
1923, Dr. Alb. C. Kruyt. De Timoreezen.
1923, Dr. J. W. Poser. Nederlandsch-Indiƫ oud en nieuw. Volume 7
2013, H.G. Schulte Nordholt. The Political System of the Atoni of Timor.
Keterangan gambar hitam putih:
Begrafenis van de vorst van Amanatoeng te Fatoe Kopa (ten zuidoosten van Niki-Niki) op Timor het lichaam was in een doek gewikkel. COLLECTIE TROPENMUSEUM