Sejarah dan Asal Usul Nama Kampung Fontein Di Kota Kupang

 

sejarah dan asal usul kelurahan fontein

Sejarah dan Asal Usul Nama Kampung Fontein Di Kota Kupang

Oleh Sonny Pellokila

Berdasarkan cerita rakyat, dulunya terdapat sebuah kampung kecil di Koepang yang ditempati oleh keturunan raja (klan raja) Timor di suatu tempat yang dinamakan “Beringin Terbalik” atau “Waringin Terbalik”.  Saat ini tempat tersebut dikenal dengan “Teplan”.

Sekitar pada tahun 1740an datang beberapa orang Portugis di Kupang dan tinggal tidak terlalu jauh dari sungai Dendeng (Lokasi tempat tinggal yang dimaksud terletak didepan kantor Polisi Bonipoi atau dekat dengan tangga 40 Fontein). Tempat tinggal orang-orang Portugis ini kemudian dinamakan “Nfain Ten” (Bahasa Dawan) oleh keturunan raja (klan raja) Timor yang bertempat tinggal di “Beringin Terbalik” (Teplan). Kata “Nfain Ten” mengandung arti “datang kembali” atau “kembali lagi”. Namun orang-orang Portugis tersebut meninggalkan lokasi tempat tinggal mereka sebelum pertempuran Penfui (Battle Penfui) terjadi (Catatan : Pertempuran Penfui terjadi pada 09 November 1749).



Menurut sebuah artikel yang berjudul “The Influence of Power towards Spatial Change in the History of Kupang Old Town Development” yang ditulis oleh Prilly Esterina D. Saudale dkk (Publlikasi tahun 2019) mengatakan bahwa pada tahun 1744, Portugis yang tidak menerima kekalahannya kembali ke Kupang dan menetap di daerah di barat. Mereka menamakan tempat itu "Fani Teni" yang artinya “terulang”. “Fani Teni” saat ini mengubah namanya menjadi Fontein (Saudale dkk 2019:1146). 

Kata “nfain ten” (versi keturunan raja Timor) dan “fani teni” (versi orang-orang Portugis)

Kata “nfain ten” (versi keturunan raja Timor) dan “fani teni” (versi orang-orang Portugis)  diatas sama-sama mengandung sebuah nilai histori dimana sekitar 1 abad sebelumnya, tempat tinggal tersebut pernah di tempati oleh Kapten Mayor Francisco Carneiro de Siqueira. Francisco Carneiro de Siqueira melanjutkan pembangunan rumah (markas) operasional Larantuqueiros menjadi sebuah benteng yang telah ditinggalkan oleh  padre Antonio de Sao Jacinto, sekitar tahun 1640-1645 (C.R.Boxer, 1947). Namun karena terjadi silang pendapat antara De Siquiera dengan para pedagang portugis di Larantuka sehingga De Siquiera memutuskan untuk tidak melanjutkan pembangunan rumah (markas) operasional Larantuqueiros menjadi sebuah benteng, dan pada akhirnya De Siquiera membangun sendiri sebuah kampung kecil yang tidak terlalu jauh dari sungai dendeng. Rumah (markas) operasional Larantuqueiros ini akhirnya jatuh ke tangan VOC di tahun 1653. Kemudian oleh VOC di bangun benteng Concordia di tempat tersebut. 


Perubahan Nama “Nfain Ten” Atau “Fani Teni” Menjadi Fontein 

Pada saat musim kemarau di sekitar Koepang terdapat suatu gambaran yang tidak menyenangkan dimana terdapat banyak batu karang, pohon kayu kering, dan beberapa tumbuhan langka, pohon berduri sehingga Koepang sendiri tampak tidak nyaman. 

Sekitar 1 abad kemudian, residen Cornelis Sluyter (1845-1848) melakukan beberapa renovasi pada rumah jabatan Gubernur (Residentiehuis) yang ditempati olehnya (saat ini dikenal dengan Kantor Bupati Kupang yang lama).  Menurut Sluyter, rumah jabatan ini memiliki penampilan yang suram di bagian depan. Oleh karena itu teras depan (beranda)  dirubah menjadi lebih tinggi dan lebar (Hoëvell 1851:11). Perubahan bentuk beranda atau teras depan  rumah jabatan Gubernur (Residentiehuis) dapat dilihat pada gambar atau foto diatas. Kemudian dibangun dua rumah penjaga yang terletak di kedua sisi rumah jabatan, dan sebuah air mancur dibangun di alun-alun di depan rumah jabatan 


Momentum Air Mancur Secara Tidak Langsung Mengubah Nama Nfain Ten Atau Fani Teni Menjadi Fontein

Pada tiang air mancur tersebut terdapat sebuah kotak berisi air bersih yang dapat diminum (Veth 1869:158). Bagi penduduk Koepang pada waktu itu, air mancur yang terletak di depan alun-alun rumah jabatan gubernur merupakan suatu pemandangan yang unik dan menakjubkan sehingga menjadi pusat perhatian penduduk di Koepang. Sejak air mancur tersebut berfungsi, penduduk sekitar yang tinggal di  “Nfain Ten” atau “Fani Teni” sering mengkonsumsi air bersih dari kotak air mancur tersebut. Momentum air mancur tersebut secara tidak langsung merubah nama “Fani Teni” atau  “Nfain Ten” menjadi “Fontein”. (Catatan : “Air Mancur” dalam Bahasa Belanda “Fontein”).


Terbentuknya Desa Fontein

Pada masa kepemimpinan Gubernur Diderik Johan van den Dungen Gronovius (1836-1841),  Gronovius membangun tembok penahan di pelabuhan Kupang. Pada tahun yang sama, batas antara hunian penduduk asing dan masyarakat adat dan juga zonasi fungsional wilayah tersebut dibentuk. Pedagang Cina yang telah tinggal di Kupang selama beberapa generasi tetap di bagian timur Benteng Concordia dan Belanda menduduki daerah di sekitar benteng dan di sepanjang Kali Kaca sungai Koinino, sedangkan penduduk asli tinggal di daerah lain yang cukup jauh dari benteng.


Eksistensi kampung Fontein menjadi sah pada tanggal 19 Mei 1877 ketika pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad. No. 105 Tahun 1877 pasal 33, tentang kampung-kampung yang termasuk dalam wilayah Kupang adalah: 1. Tatoe Tetto, 2. Fontein, 3. Aer-Mata, 4. Bonik, 5. Mardika, 6. Obah, 7. Kampong Solor, 8. Namsain, 9. Bakoelnassi, 10. Passer Panjang, 11. Polla, 12. Konino, 13. Nonhila (Stbl 1878:6). 

Status Kampung Menjadi Desa

Dalam rangka persiapan Kupang menjadi sebuah Kota, Pemerintah Hindia Belanda meningkatkan status “kampung” dinaikan menjadi “desa”. Desa yang dimaksud adalah kampung yang terletak dibagian Kota. Pada tahun 1881, terdapat 7 kampung yang statusnya telah berubah menjadi desa, yaitu Fatufeto, Nun hila, Airmata, Fontein, Solar, Tade Kisar dan OEba. Kepala Desa ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kepala Desa Fontein yang pertama adalah A. Karels (Dutch East Indie 1898:244). 

Pada tanggal 15 April 1886 dengan Lembaran Negara no. 171 tahun 1886, Residen Greeve menetapkan batas batas kota Kupang yang disebut "Vierkante paal gebied". 

Batas-batas Kota Kupang

Adapun batas-batas kota Kupang sebelah Barat ke arah Tenau sampai Kampung Nun Hila. ke sebelah Timur ke arah Pasir Panjang batas sampai di dekat Kantor Sinode GMIT. Kejurusan Air Mata sampai di Jembatan Gantung di Mantasi dan ke jurusan Kuanino batasnya dekat Rumah Sakit Tentara sekarang. Pada tiap-tiap tanda batas terdapat tugu (paal), dan didirikan sebuah gardu jaga yang harus dijaga oleh penduduk secara bergilir. Wilayah Kota Kupang tersebut disebut "Rechts Treek Bestuurs gebied". Daerah ini meliputi desa Fatufeto, Nun hila, Airmata, Fontein, Solor, Tade Kisar dan OEba (Leirissa dkk 1983:28). 

Pada tahun 1910, C. Besi ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menggantikan A. Karels sebagai Kepala Desa Fontein.  Saat itu pusat pemerintahan wilayah Fontein berubah-ubah mengikuti tempat tinggal kepala Desa. Pada tahun 1911, C. Besi sebagai kepala Desa Fontein ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Pejabat pengelola air minum di kota Kupang (Dutch East Indie 1913: 249). 

Nama-nama Kepala Desa Fontein : 

  1. A. Karels (I), 
  2. C. Besi (II), 
  3. P. Therik (III), 
  4. C. Kotadie (IV), 
  5. K. Dima (V), 
  6. D. Huru (VI). 
  7. Selanjutnya sejarah mengenai Desa Fontein dapat dilhat pada Website resmi Kota Kupang tentang Kelurahan Fontein (kupangkota.go.id).


Referensi:
  • 1855, Pieter Johannes Veth.  Het eiland Timor.
  • 1869, Pieter Johannes Veth & ‎H. van Alphen. Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch II.
  • 1878, Batavia ter Landsdrukkerij. Staatsblad van Nerderlandsch-Indie over het jaar 1877. 
  • 1898, Dutch East Indies. Regeerings almanak voor Nederlandsch-Indië.
  • 1907, Dutch East Indies. Regeerings almanak voor Nederlandsch-Indië.
  • 1912, Dutch East Indies. Regeerings almanak voor Nederlandsch-Indië.
  • 1913, Dutch East Indies. Regeerings almanak voor Nederlandsch-Indië. 
  • 1947 C.R Boxer. The Topasses of Timor. Amsterdam: Koninklijke Vereeniging Indisch Instituut
  • 1983, Drs. R.Z. Leirissa, Dr. Kuntowidjojo dan Drs. M. Soenjata Kartadarmadja. Sejarah sosial di daerah Nusa Tenggara Timur.
  • 2005, I Ketut Ardhana. Penataan Nusa Tenggara pada masa kolonial, 1915-1950.
  • 2012, Hans Hagerdal. Lords of the land, Lords of the sea. Conflict and Adaption in early colonial Timor, 1600-1800.
  • 2019, Prilly Esterina D. Saudale, Dr. Wara Indira Rukmi, ST, MT  dan Antariksa, M.Eng, Ph.D. The Influence of Power Towards Spatial Change in the History of Kupang Old Town Development.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel