Budaya Kenoto Sebagai Perkawinan Adat di Sabu Raijua (Bagian II)

 lamaran kenoto sebagai pernikahan adat di sabu raijua

KENOTO DALAM BUDAYA LAMARAN DI SABU RAIJUA


Pengertian Kenoto dan Pandangan Orang Sabu Tentang Perkawinan adat 

Perkawinan Menurut Orang Sabu

Menurut pandangan Orang Sabu, perkawinan merupakan luhur ciptaan Deo Ama (Allah Bapa) sebagai bagian hidup dari manusia. Pemuda atau pemudi yang sudah kepai (besar) dan siap kawin dapat dikenali dari ciri-ciri fisik atau cara berhiasnya. Gadis yang sudah siap kawin dijuluki : 
  1. Bənni Pana Na'i (panas tembakau) yang artinya besar daya tariknya terhadap laki-laki.
  2. Bənni Oke Əiloko (pikul air) yang artinya perempuan yang sudah bisa bekerja dan sudah matang untuk kawin.
  3. Bənni Menənnu (perempuan tukang tenun) yang artinya sudah bisa bekerja menenun pakaian adat.


Ciri-ciri pria dan wanita sabu yang sudah siap dipinang lewat lamaran kenoto:

Sedangkan pria yang sudah dewasa dan sudah siap kawin dijuluki: "Mone Ətta Due" (iris tuak) yang artinya laki-laki yang sudah bisa kerja dan juga sudah siap untuk kawin.

Pria dan wanita yang sudah kepai (besar) dan siap kawin dapat dilihat ciri-cirinya sebagai berikut:

  • Memasah gigi

Memasah gigi itu dilakukan untuk menyerasikan gigi dan peristiwa ini dilakukan karena sudah menjadi kebudayaan daripada orang sabu dan bagi mereka yang tidak memasah gigi akan menerima sindiran, cercaan dari orang-orang disekitar mereka.
  • Menyandang tempat sirih pinang
Setelah memasah gigi diikuti dengan kebiasaan makan sirih pinang. Jadi sirih pinang itu selalu dibawa kemana saja ia pergi. Dan tempat sirih pinang itulah yang dinamakann Kenoto.

Dari kedua ciri ini, merupakan kisah awal mulanya keberadaan kenoto dan hal ini berlaku pada generasi terdahulu. Pada perkembangan selanjutnya, kenoto dipakai sebagai simbol dalam acara perkawinan adat sabu. Dikatakan sebagai simbol karena tidak digunakan langsung tempat asli yang biasa dipakai menaruh sirih pinang tetapi dalam bentuk yang lain.



Arti Kenoto Bagi Orang Sabu

Istilah "Kenoto" adalah dari Bahasa Sabu asli yang artinya ialah tempat siri pinang yang terbuat dari daun lontar dan kususnya dipakai oleh kaum lelaki. Sedangkan tempat sirih pinang yang dipakai oleh wanita dinamai "Kepepe".

Tahap-tahap dalam Acara Kenoto sebagai perkawinan adat 

1. Anak laki-laki menyampaikan isi hatinya bahwa ia ingin berumah tangga. Menanggapi hal itu pihak orang tua akan mengadakan musyawarah keluarga. Dalam musyawarah keluarga tersebut akan ditentukannya kapan akan dilakukan peminangan (Oro Li) dan siap juru bicaranya (Mone Ub'ba).

2. Oro Li (Peminangan)
Oro Li atau peminangan adalah pengurusan beberapa orang dari pihak keluarga laki-laki ke keluarga perempuan yang dipimpin oleh mone wub'a untuk tugas oro li. Bingkisan yang harus dibawa yaitu sirih pinang, tembakau dan kapur sirih secukupnya sesuai dengan ketentuan. Bingkisan dibungkus dengan sarung sabu dan digandeng oleh seorang laki-laki dari rombongan oro li.

Pada waktu peminangan itulah terjadi permintaan balik dari pihak perempuan. Karena pihak laki-laki telah datang meminta pada pihak perempuan. Maka ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yaitu permintaan yang bersifat ikatan batin antara kedua keluarga.




Barang atau benda yang biasa diminta oleh pihak perempuan sebagai isi kenoto dan kelengkapannya adalah sebagai berikut:

Ihi (isi) Kenoto dalam Perkawinan Adat Orang Sabu

Isi kenoto terdiri dari 1 manggar pinang wangi yang masih muda, sirih pinang muda, pinang kering, 9 rangkai pinang muda yang ditusuk pada lidi daun kelapa, tembakau, kapur dan sirih. Semuanya dibungkus dengan kain destar atau sarung sabu.

  • Pili D'ida atau Unu Deo

Artinya orang pertama dan utama yang mengambil atau mengangkat isi dari bungkusan atau kenoto. Biasanya Pili D'ida itu adalah saudara laki-laki dari ibu perempuan. Untuk Pili D'ida juga diberikan sejumlah uang atau binatang hidup.

  • Ha'u Kenoto (memangku Kenoto)

Biasanya yang dipilih adalah Do Ana Ina, yang artinya seorang Ibu yang masih bertalian erat hubungan darah dengan ibu perempuan.

  • Ihi Wali (B'ada Wal'li)

Artinya belis dalam bentuk hewan yang diserahkan sebagai ungkapan perasaan dan ikatan batin dari pihak laki-laki. Besar jumlahnya belis tersebut ditentukan oleh belis ibu atau neneknya terdahulu.

  • Emas (Ma La Lara)

Merupakan suatu alat belis  pada perkawinan adat Sabu, tetapi tidak semua Orang Sabu memakai emas sebagai belis atau isi kenoto. Oleh karena itu, berhubung emas itu susah ditempuh ada kebijaksanaan yakni tidak menuntut besarnya jumlah gram emas. Tetapi cukup seadanya saja walaupun setengah gram sekalipun.

  • Sarung dan Selimut Sabu

Syarat ini hanya dikenakan kepada mereka yang "jalan salah" yakni calon suami istri terlanjur melakukan hal-hal yang tak dibolehkan. Jadi, laki-laki dikenakan syarat membawa sarung dan selimut sabu sebagai penutup malu pihak perempuan.
Bila pinangan diterima, akan dibicarakan tentang waktu Puru Loko dan pemaho kenoto atau nikah adat. Dalam kesepakatan ini juga dibicarakan tentang Ihi Wali atau Bada Wali.



3. Puru Loko (acara memandikan calon pengantin)

Puru loko adalah acara memandikan calon pengantin selama 3 hari berturut-turut sebelum hari perkawinan ditetapkan. Dua hari berturut-turut acara mandi dilakukan di rumah masing-masing sedangkan pada hari ketiga barulah mereka dipertemukan untuk acara dimandikan bersama oleh orang tua dan keluarga kedua belah pihak.

4. Pemaho Kenoto (penyerahan kenoto atau masuknya kenoto)

Waktu untuk penyerahan kenoto ditetapkan bersama oleh kedua belah pihak pada waktu peminangan. Pada jam yang ditentukan pengantin dan rombongan keluarga laki-laki menuju ke rumah pengantin perempuan untuk upacara pemaho kenoto. Setiba di rumah pengantin perempuan mereka disambut oleh Mone ub'ba (jubir) dan semua kaum kerabat keluarga perempuan di halaman depan rumah.

Rombongan pengantin laki-laki akan dipersilakan mengambil tempat duduk yang sudah disediakan. Sedangkan mone ub'ba, pengantin laki-laki serta Bənni Heb'ili Kenoto dan saksi-saksi tetap berdiri. Setelah jubir dari pihak laki-laki menyampaikan maksud atau isi hati dan diterima baik oleh pihak pengantin perempuan barulah dapat diserahkan kenoto yakni bungkusan yang berisi amplop-amplop dan barang berharga lainnya diatas pangkuan ibu yang bertugas memangku kenoto. 
Setelah itu, jubir menyuruh sang ibu tersebut membuka lalu melihat kebenaran isi kenoto. Acara ini disebut Boka Kenoto. Jika akhirnya didapati isi kenoto (barang atau belis) tidak lengkap maka pengantin pria dapat membayarnya dengan "sebuah ciuman" dan mungkin tidak akan ditagih lagi. Tetapi keluarga laki-laki sejak saat itu sudah berhutang budi kepada ayah, ibu dan saudara si perempuan.


BACA JUGA:
 

Bilamana semua percakapan sudah selesai dengan baik maka pengantin laki-laki dipersilakan menjemput pengantin perempuan untuk dibawa ke pelaminan supaya dilihat oleh para hadirin. Setelah kedua pengantin tiba dipelaminan maka pengantin laki-laki akan mengucapkan janjinya bahwa ia akan menyayangi istri dengan tulus dan akan menghargai martabatnya sebagai istri. 

Selesai ucapan janji dilanjutkan dengan upacara "pehame" (meminyaki) dengan wewangian. Bagian yang diminyaki adalah kaki, lutut, tangan sampai siku dan wajah. Acara ini dilakukan oleh pengantin laki-laki kepada istrinya, kemudian sebaliknya oleh istri kepada suaminya. Lalu diakhiri dengan saling menyuap dan memakan buah kelapa muda. Akhirnya, om dari pengantin perempuan mengumumkan bahwa pernikahan rumah tangga baru itu sudah sah menurut adat sabu. Selesai pengumuman itulah, diadakannya saling berciuman hidung antara pengantin dengan semua keluarga yang hadir sebagai tanda sukacita  lalu acara pun dilanjutkan dengan pesta makan bersama.

5. Aggo Lere Kelao Anna Wobənni (membawa istri ke rumah suami)

Menurut adat Sabu setelah acara kenoto berlangsung, resmilah keduanya menjadi suami istri. Pada hari itu juga istri sudah harus dibawa kerumah suaminya. Setibanya di rumah suami maka diterima dengan acara penyambutan di gerbang pintu masuk dan dibawa masuk kedalam rumah. Begitu sampai didalam rumah orang tua pria sang gadis diterima kemudian dipangku oleh ibu mertua atau yang mewakili kalau ibu sudah tiada dan laki-laki dipangku oleh ayahnya untuk beberapa saat,  sebagai tanda bahwa pihak keluarga laki-laki menerima menantunya dengan senang hati. Di rumah orang tua pria juga dilaksanakan upacara "Pej'ore Donahu nga keb'ui" artinya acara saling menyuap gula air bercampur kacang hijau. Selanjutnya menjadi tanggung jawab orang tua untuk mengukuhkan pernikahan itu secara agama dan pemerintah. 



6. Hegutu Kad'du (pelepasan atau pamitan)

Hegutu kadd'o dilakukan 3 hari setelah perkawinan adat. Suami dan istri mengunjungi rumah orang tua sang istri. Untuk mengucapkan terimakasih kepada orang tua karena urusan perkawinan adatnya sudah selesai dengan baik dan juga permohonan pamit dari sang istri kepada orang tua serta keluarganya.

Sumber: Paguyuban Pemuda Sabu
Artikel  ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan atau merevisinya. Silahkan tinggalkan komentar yang membangun di kolom komentar atau Hubungi kami.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel